KEMUNGKINAN ULTRA PETITA PADA PUTUSAN PTUN
28-10-2023 18:47


Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) sebagai peradilan administrasi di Indonesia merupakan perwujudan salah satu pilar negara hukum (rechtstaat), yang bertujuan menyediakan sarana perlindungan bagi warga masyarakat dari tindakan sewenang-wenang dan penyalahgunaan wewenang oleh pejabat atau penguasa

Ultra petita, demikian istilahnya, dimana hakim menjatuhkan putusan atas perkara yang tidak dituntut atau meluluskan lebih dari pada yang diminta, dengan kata lain ultra petita adalah penjatuhan putusan oleh hakim atas perkara yang tidak dituntut atau mememutus melebihi dari pada yang diminta.

Namun demikian, perlu diperhatikan bahwa dalam Undang-Undang Pengadilan Tata Usaha Negara 1986 dan Undang-Undang perubahannya tidak terdapat aturan secara tegas mengenai larangan putusan Tata Usaha Negara yang berifat ultra petita, begitupun tidak ada aturan yang secara tegas membolehkan putusan demikian.

Dalam Undang-Undang Pengadilan Tata Usaha Negara yang justru ditegaskan adalah hakim Tata Usaha Negara menganut asas keaktifan hakim atau dominus litis vide dalam  Penjelasan Umum angka 5 Undang-Undang Pengadilan Tata Usaha Negara.

Prinsip hakim aktif ini dipergunkan untuk mencari kebenaran materil mulai dari tahap pemeriksaan persidangan sampai pembuktian. Maksud dari keberadaan asas ini selain untuk mencari kebenaran materil, juga guna untuk menyeimbangkan kedudukan posisi penggugat dan tergugat. Menurut pendapat S.F Marbun asas ini menjadi celah penerapan putusan ultra petita, begitupun pendapat dari Paulus Effendie Lotulung yang mengemukakan bahwa penerapan asas hakim aktif dapat membawa konsekuensi putusan melebihi apa yang dimohonkan.

Pengadilan tata usaha negara (PTUN) sebagai peradilan administrasi di Indonesia merupakan perwujudan salah satu pilar negara hukum (rechtstaat), yang bertujuan menyediakan sarana perlindungan bagi warga masyarakat dari tindakan sewenang-wenang dan penyalahgunaan wewenang oleh pejabat atau penguasa. Dalam rangka mewujudkan hal tersebut, PTUN memiliki kompetensi absolut untuk memutus sengketa tata usaha negara seperti yang diatribusikan dalam Pasal 47 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara. Secara struktur keorganisasian, berdasarkan Pasal 24 UUD 1945 jo. Undang-Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman, pada Pasal 18 menenetukan bahwa PTUN berada dalam sistem kekuasaan kehakiman di bawah Mahkamah Agung.

Menurut Yahya Harahap, hakim yang mengabulkan tuntutan melebihi posita maupun petitum gugatan, dianggap telah melampaui wewenang atau ultra vires, yakni bertindak melampaui wewenangnya. Apabila putusan mengandung ultra petita, maka putusan tersebut harus dinyatakan cacat meskipun hal itu dilakukan hakim dengan itikad baik (good faith

(Bagian Hukum/ Asteriana Afiati, SH)